Rumah sakit Simpang
Disulap Menjadi Delta Plaza
Plaza Surabaya yg juga dikenal
dengan Delta Plaza adalah mall di pusat kota Surabaya yg pada jaman kolonial
meruakan sebuah rumah sakit. Mall ini letaknya strategis, dekat Stasiun Gubeng,
Balai Kota, dan Monumen Kapal Selam.
Surabaya Plaza merupakan pusat
perbelanjaan di Surabaya yang terletak di jantung kota, lokasinya bersebelahan
dengan Monkasel Surabaya (Submmarine Monument) dan sangat dekat juga dengan Surabaya
Plaza Hotel. Di dalamnya terdapat banyak fasilitas dan kebutuhan masyarakat
sekitarnya. Namun ada hal yang unik jika menyingkap sedikit sejarah delta plaza
ini.
Dahulunya, Plaza Surabaya atau
Delta Plaza merupakan lokasi rumah Sakit bersejarah yaitu Dr. Soetomo saat itu.
Namun, kini diubah menjadi salah satu pusat perbelanjaan yang memiliki 6 lantai
dengan gedung megah dilengkapi parkir flat yang luas baik di bawah maupun di
atas.
Rumah
sakit bersejarah tersebut biasa dikenal juga dengan sebutan rumah sakit
Simpang, sekarang rumah sakit ini sudah musnah, berganti menjadi bangunan megah
sebagai pusat perbelanjaan modern, Delta Plaza Surabaya. Padahal di tanah ini,
sejarah berharga membentang, sejak jaman kekuasaan Deandels hingga masa
kemerdekaan.
Sejarah mencatat bahwa Semula
Rumah Sakit di Simpang ini diberi nama Centrale Burgerlijke Zienkeninrichting,
kemudian terkenal dengan sebutan Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ). Tapi
ada juga yang menyebut Simpang Hospital atau Rumah Sakit Simpang.
Rumah sakit ini dibangun atas
perintah Deandels (1808) untuk melengkapi keberadaan rumah sakit sebelumnya
yang relatif baik, tapi bangunannya terlalu rendah dan pengap. Namun
pembangunan rumah sakit ini juga mengalami bongkar-bangun beberapa kali, karena
pengerjaannya yang tergesa-gesa dan strukturnya terlalu lemah. Atau mengalami
penambahan ruang, dari semula yang hanya mampu menampung sekitar 150 orang
menjadi cukup untuk 200 orang.. Karena rumah sakit ini menjadi rujukan banyak
pasien, dari Surabaya bahkan Jawa Timur, ruang-ruang itu tetap tidak cukup
menampung pasien yang datang. Apalagi pada saat terjadinya wabah epidemi kolera
(1868), pasien yang datang hingga tiga kali lipat. Terlebih lagi ketika banyak
militer menderita sakit selepas mereka kembali dari ekspedisi Bali. Dalam
sebuah kamar, bisa bercampur antara penderita kolera dan penderita sakit
lainnya. Kebutuhan akan ruang lebih luas pun menjadi niscaya, lalu dibangunlah
bangsal-bangsal. Tapi pasien yang datang melebihi kapasitas normal, sehingga
terpaksa semua dijejalkan di situ.
Bukan
hanya itu saja tapi dari terbatasnya ruang-ruang yang ada, tapi juga karena
perawat yang bertugas. Keterampilan dan keahlian yang pas-pasan, jumlah perawat
yang tidak seimbang dengan jumlah pasien, gaji yang kecil (f 50 per bulan tanpa
makan), makin menambah semrawut dan buruknya pelayanan. Bayangkan, untuk
menangani kira-kira 600 pasien hanya ada 2 perwira kesehatan (waktu itu semua
pelayanan rumah sakit dijalankan oleh tenaga militer) yang bertugas jaga 2 hari
sekali. Kepala yang dibebani dengan berbagai pekerjaan tata usaha, akhirnya
hanya mampu menangani para pasien militer yang berpangkat tinggi, sementara
militer yang lebih rendah bantuan medisnya amat kurang.
Dengan
banyaknya kekurangan ini maka pemerintah Hindia Belanda (1851) mengembangkan
pendidikan untuk dokter dan bidan. Seperti School voor Inlandche
Genueeskundigen (sekolah untuk ahli kedokteran pribumi) yang kemudian diubah
menjadi School tot Opleiding van Inlandche Artsen (STOVIA/Sekolah untuk
Pendidikan Dokter Pribumi), dan School voor Inlandche Vroedvrouwen (sekolah
untuk bidan pribumi). Tujuannya, yang pertama sebagai asisten dokter untuk
mengurangi beban dokter dari Eropa, sedangkan lulusan sekolah bidan pribumi
untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan.
Rumah sakit Simpang kemudian
mengalami perbaikan (1876). Sanitasinya dibuat lebih segar dan desinfeksi.
Penderita penyakit biasa dengan yang menular dipisahkan dalam ruangan
tersendiri, sehingga jumlah kematian menjadi menurun. Pada awal abad 20 (1916)
dibentuklah Dinas Kebersihan (Hygienische Dienst) untuk Jawa Timur dan berdiri
di bawah pimpinan Inspektur Kesehatan Rakyat (Dienst der Volksgezondheid)
seperti halnya di Batavia (Jakarta, 1913) yang tugasnya meliputi pengumpulan
data, penelitian, penyelidikan penyakit-penyakit yang menular dengan maksud
untuk mencari cara yang paling efektif dalam memberantas penyakit yang tengah
menyerang penduduk.
Dalam sejarah juga tercatat Di
samping itu, pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan rumah sakit militer di
Karangmenjangan (1937). Akibat pecahnya Perang Dunia II, pembangunan gedung itu
sempat terhenti. Perang yang berkecamuk di Eropa maupun di Asia, terutama Asia
Pasifik itu berpengaruh besar terhadap Indonesia yang waktu itu di bawah pemerintahan
Hindia Belanda. Belanda yang dibantu Inggris dan Amerika Serikat dapat dipukul
mundur oleh tentara Jepang. Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda, Letnan
Jenderal H Ter Poorten, atas nama Angkatan Perang Serikat di Indonesia menyerah
kepada Angkatan Perang Jepang di bawah pimpinan Letnan Jenderal Imamura (1942),
dan sejak itulah seluruh Hindia Belanda dikuasai Jepang (1942-1945).
Pemerintah Jepang lalu
melanjutkan pembangunan rumah sakit Karangmenjangan untuk menampung tentara
yang membutuhkan perawatan. Sedangkan rumah sakit Simpang tetap berfungsi
sebagai RS Sipil dan diubah namanya menjadi Roemah Sakit Oemoem Poesat (RSOP)
Simpang. Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, bangsa Indonesia telah
mendahului dengan Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945), meski belum ada
penyerahan secara de facto dari Jepang kepada Sekutu. Di Surabaya kemudian
dibentuk Pemerintahan Daerah dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dalam upaya
pengambilalihan kekuasaan, termasuk benda, gedung-gedung vital, senjata dan lain-lain
melalui perjuangan hingga menimbulkan insiden berdarah.
Selanjutnya bisa ditebak,
perkembangan kota Surabaya menuju kota modern telah merebut saksi sejarah yang
sarat dengan peristiwa ini hingga musnah tanpa bekas. Padahal dilihat dari
model, type dan konstruksinya, bangunan rumah sakit Simpang termasuk gapuranya
termasuk arsitektur kuno yang langka, sehingga layak dilestarikan menjadi cagar
budaya. sungguh besar peranan RS Simpang ini dalam masa pertempuran Surabaya
1945, untuk menggambarkan bagaimana suasana RS Simpang ketika masa perang
itu
Rumah sakit ini tinggal sebuah
kenangan semata, tidak ada peninggalan dari bangunan tua dan bersejarah itu
yang diabadikan sekarang berubah menjadi bangunan tinggi dan indah berfungsi
sebagai pusat perbelanjaan di Surabaya yang terletak di jantung kota. Lebih
tepatnya jalan pemuda. Seiring dengan perkembangannya Masih di tahun 1980-an,
kawasan Rumah Sakit Umum (RSU) Simpang di Jalan Pemuda yang menjadi satu
kesatuan dengan RSU Dr.Sutomo di Karang Menjangan, dibebaskan oleh investor.
Tiga pusat kegiatan bisnis dibangun di atas lahan rumah sakit peninggalan
penjajah Belanda itu. Satu kawasan induk diberi nama Surabaya Delta Plaza
(SDP), kemudian diubah menjadi Plaza Surabaya. Di gugus ini juga berdiri
bangunan perkantoran dan hotel. Di bagian depan ada bangunan Gedung Medan
Pemuda sebagai pusat perkantoran, bank dan bursa efek. Dulu Bursa Efek Surabaya
(BES) cukup maju, kemudian bergabung dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan
nama baru BEI (Bursa Efek Indonesia) yang berpusat di Jakarta. Di bagian
belakang gedung ini, berdiri satu gedung lagi, bernama WTC (World Trade Centre)
atau Pusat Perdagangan Dunia, namun lebih didominasi oleh perdagangan HP
(Handphone).
Pusat perbelanjaan Surabaya,
ternyata tidak bisa jauh dari kawasan Kembang Jepun. Investor melirik kawasan
terminal dan pertokoan di Jembatan Merah. Ditambah dengan perumahan semi
permanen di belakangnya, maka berdirilah pusat perdangan dengan nama Jembatan
Merah Plaza (JMP). Tahap demi tahap kawana JMP semakin luas, bahkan komplek
penjara Kalisosok yang berdiri sejak tahun 1.800 pun akhirnya tergusur. Penjara
yang dinyatakan sebagai cagar budaya itu, kemudian dipindah ke Porong,
Sidoarjo. Belum jelas, hingga memasuki tahun 2010, bangunan apa yang akan
didirikan di atas lahan penjara tertua di Surabaya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar